Oleh: Blazing Sun
Introduksi
“…
for ngana buaya darat, satu waktu ngana ofu malendong akang…” (Isti Yulistri,
Ofu Malendong Akang – Lagu Pop Manado)
Malendong adalah kata dalam
bahasa Melayu-Manado yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti
keroyok. Malendong sering diasosiasikan dengan sesuatu yang negatif, atau
secara umum malendong berkonotasi negatif. Di Manado sendiri, malendong
digunakan untuk menggambarkan sifat kepengecutan, sebagai antonim dari mapalus
yang berarti kekerja sama dalam artian positif. Di sini kami tidak pada posisi
untuk membela kata malendong, menglorifikasinya, apa lagi meludahinya. Kami
ingin menjungkir-balikan pemaknaannya.
Dengan tegas kami harus katakan
bahwa: Kami tidak mempromosikan kepengecutan! Sekaligus tidak mempromosikan
mental gerombolan! Inilah maskud kami soal menjungkir-balikkan pemaknaannya.
Kami menerima keberanian sekaligus memberikan ruang pada rasa takut. Selain
menjadikan kami tetap sebagai manusia, keberanian bagi kami adalah senjata dan
rasa takut adalah analisis.
Kami tidak berusaha menentang
asosiasi malendong dengan hal negatif, juga sekaligus tidak berupaya
menghubungkannya dengan hal yang positif. Tidak ada lagi batasan soal moralitas
ganda yang terus-menerus direproduksi dalam tatanan masyarakat monoton yang
sejatinya adalah resep dari kapitalisme dan negara. Negatif dan positif adalah
oposisi biner yang menjebak, dan kami muak terus-menerus terjebak. Satu-satunya
cara adalah melampaui itu semua.
Bagi kami, malendong adalah
aktifitas kolektif, dan itu bisa dilakukan dengan pertama-tama mensyaratkan
kesetaraan dari setiap partisipannya. Kedua, ia berdasarkan inisiatif dan
kesadaran akan keterlibatan masing-masing individu. Artinya untuk bisa
melakukan malendong, individu yang terlibat haruslah setara sekaligus
bebas. Kami memandang malendong sebagai taktik sekaligus strategi spontan,
tidak ada komando apa lagi instruksi. Karenanya ia mensyaratkan kesetaraan.
Sebagai aktivitas spontan, keterlibatan individu adalah tanpa paksaan, ia bisa
memilih terlibat ataupun tidak. Karenanya ia mensyaratkan kebebasan.
Sebagai aktifitas kolektif,
malendong tidak membutuhkan spesialisasi. Orang-orang dapat berpartisipasi
sesuai kemampuannya. Mereka dapat mengerjakan apa yang mereka mau dan
meninggalkan apa yang tidak mereka sukai. Karenanya tidak ada kaderisasi
ataupun pendidikan dasar, serta tidak ada program capaian dalam aktifitas ini.
Tidak ada yang lebih berarti dari yang lain semenjak ia adalah kesatuan yang
saling melengkapi.
Sebagai peristiwa, malendong tentu saja bersifat temporer,
dan ia tidak punya bentuk yang kongkrit. Seperti dalam kejadian pengeroyokan,
polisi akan susah untuk menjelaskan peristiwanya hanya lewat satu perspektif
pelaku. Sehingga semua pelaku dimintai keterangan agar dapat dijelaskan secara
utuh, itu pun kadang tidak akan sama persis dengan kejadian yang sebenarnya.
Rekonstruksi hanya akan melahirkan rekaan. Karena selain tidak ada jobdesk untuk masing-masing pelaku,
spontanitas dan ketiadaan kordinasi menjadikannya susah untuk dideskripsikan.
Sebagai peringatan buat kami
sendiri, bahwa malendong hanyalah salah satu uji-coba yang akan kami lakukan di
tengah begitu banyaknya metode yang kami pun belum putuskan. Sehingga metode
ini dapat kami teruskan ataupun segera kami tinggalkan jika pada prosesnya kami
menemukan kebosanan di dalamnya, ataupun saat kami menemukan bentuk
eksperimentasi lain yang dianggap sesuai.
Kali ini kami memilih menggunakan
media online sebagai saluran informasi dan kontra informasi. Sebagai megaphone
untuk menggemakan ide-ide kami, memamerkan ekspresi kreatifitas kami,
mengabarkan yang tidak dikabarkan media mainstream, sebagai sarana solidaritas,
serta membantah informasi-informasi bohong dan manipulatif lainnya. Dengan
demikan, malendong.blogspot.com adalah saluran bebas di mana masing-masing dari
kami yang berpartisipasi tidak akan mengindahkan aturan-aturan dan etika
jurnalistik yang menurut kami mengebiri jurnalisme itu sendiri. Harapan kami,
media ini dapat menyediakan bahan bakar di tengah lalu lintas informasi yang
ruwet dan panjang.
Kami sadar ini adalah proyek ambisius, tapi kesadaran inilah yang membuat kami memilih untuk melakukan yang tidak mungkin.
Kami Adalah Hari Ini
“Sa
esa cita sumerar cita – Sa cita sumerar esa cita: Saat kita bersatu, maka kita
berpencar – Saat kita berpencar bersatulah kita” (Pepatah
Minahasa)
Jadi, siapa kami?
Kami adalah individu-individu
yang terlibat secara sadar dan setara. Keputusan bersama dengan demikian
tidaklah menjadi keharusan bersama, di mana inisiatif individu
tersubordinasikan dalam kepentingan kolektif. Kami mengakui itu sebagai tirani.
Sehingga dalam tataran ide maupun praktek, kami terus belajar dan mencoba mengatasi
tirani mayoritas dan tirani minoritas sekaligus, dengan terus mengeksplorasi
hasrat dan kemampuan kami masing-masing. Ibarat puzzle,
kami tidak akan berhenti bermain bongkar-pasang, tentu saja dengan
bersenang-senang.
Sebagai sebuah ruang
eksperimentasi, kolektif ini adalah kesepakatan temporer dan tidak berusaha
mencari bentuk yang paling sempurna, kami telah bersepakat bahwa tindakan
kamilah yang nanti akan mendefinisikan siapa kami sebenarnya. Dan itupun
bukanlah tujuan utama kami. Penggunaan kata “kami” dalam tulisan ini tidaklah
menggambarkan ketunggalan, apa lagi perwakilan dari masing-masing individu. Ini
adalah bentuk kesepakatan temporer dan tidak lebih dari siasat komunikasi.
Sehingga “kami” di sini bisa berarti semua dari kolektif, bisa juga hanya satu
individu. Ketika tulisan ini sudah anda baca, berarti tulisan ini juga sudah
dibaca oleh masing-masing anggota kolektif.
Tidak ada glorifikasi tendensi di
antara masing-masing kami, sehingga adalah buang-buang waktu bagi mereka yang
ingin mendefinisikan kami sebagai golongan aktifis apa lagi anarkis. Tiap
anggota kolektif memiliki tendensinya masing-masing, dan kami merayakan itu.
Kami muak dengan segala tendensi yang menawarkan solusi layaknya injil dan
firman. Tidak ada modul belajar, tidak ada capaian-capaian minimum apa lagi
program masa depan. Di sini kami secara tegas menolak menjadi domba, sekaligus
berniat memukul sang gembala.
Kami berusaha menghancurkan
idol-idol, tidak ada heroisme yang layak dipuja. Ikon-ikon mestilah dirobohkan.
Karena masa depan belum tertulis, kami sadar bahwa tidak ada yang layak
diharapkan dari itu, dan hanya menciptakan dekaden jika terus meromantisir masa
lalu. Upaya kami hari ini adalah menikmati kehidupan, menginterupsi hidup
harian yang monoton dan membosankan. Mengingatkan diri kami masing-masing bahwa
dunia sedang tidak baik-baik saja.
Walaupun tidak mengkultuskan satu
tendensi, kesepakatan kami dengan ide-ide kebebasan dan kesetaraan, dengan
begitu menjelaskan sikap kami terhadap negara dan kapitalisme. Begitu juga
dengan sentimen rasial, fasisme, ketidak-adilan gender, perusakan ekologi dan
lain sebagainya. Hal-hal yang menambah alasan kami untuk tetap hidup, sadar dan
berjuang dengan gembira. Tidak seperti masokis yang menikmati rasa sakit, kami
melampaui rasa sakit tersebut dan menjadikannya sebagai implus untuk
materialisasi ide-ide. Inilah yang pada akhirnya menghubungkan kami dengan
tiap-tiap individu dan kelompok yang sama-sama berjuang.
Yang terakhir, kami bukanlah
pelupa. Kami masih ingat bahwa pada waktu yang lalu, telah ada beberapa
kolektif anti-otoritarian di Manado yang juga mengusung ide-ide yang mungkin
sama seperti kami. Walaupun dengan format yang tentu saja berbeda, beberapa
dari aktivitas yang telah mereka lakukan, telah menjadi pertimbangan buat kami.
Kemenangan dan kekalahan akan kami rayakan sepantasnya. Tapi lewat tulisan ini
kami ingin mengatakan bahwa kami bukanlah bagian dari masa lalu, dan tidak
berniat menjadi masa depan. Kami adalah hari ini!
Oleh: Blazing Sun ( Tulisan ini sebelumnya digunakan sebagai pembuka pada proyek kolektif penerbitan online salah satu grup anti-otoritar...